Bali, 21 Januari 2025 (red Witanto)— Di balik pesona alam Tegallalang yang memukau, tersembunyi sebuah desa yang tak lekang oleh waktu: Desa Taro. Terkenal dengan nama yang diambil dari kata “Taru”, yang berarti pohon kayu, Desa Taro merupakan satu di antara sekian banyak Bali Aga yang masih menjaga warisan budaya leluhur mereka.

Sebagai desa dengan akar sejarah yang mendalam, Taro bukan sekadar tempat tinggal. Ini adalah lanskap kehidupan di mana manusia dan alam bergandeng tangan, menjaga keseimbangan alam yang telah ada jauh sebelum pengaruh luar memasuki pulau ini. Tradisi dan adat istiadat masyarakatnya menjadi pelindung nilai-nilai luhur yang mengajarkan tentang penghormatan terhadap sumber daya alam, tercermin dalam kisah legendaris Simarkandia.

“Di sini, kami bukan hanya bertani,” ungkap Made Budi, salah seorang petani setempat. “Kami melestarikan hubungan spiritual dengan tanah. Setiap upacara yang kami adakan, adalah ungkapan syukur atas anugerah dari alam.”
Di tengah tantangan globalisasi yang semakin menggempur wilayah Bali, Desa Taro tetap teguh dengan identitasnya. Dalam suasana tenang yang dikelilingi oleh pepohonan rindang dan sawah hijau, para penduduk desa menggelar pertunjukan seni, seperti tari Barong, yang tidak hanya menjadi daya tarik wisatawan, tetapi juga sarana untuk mengekspresikan nilai-nilai budaya yang mendalam.

Bagi pengunjung, Desa Taro adalah lebih dari sekadar destinasi — ini adalah momen untuk menyatu dengan warisan yang telah terjaga sepanjang masa. Di sinilah, kearifan lokal bertemu dengan keindahan alami, menanti untuk dibagikan kepada dunia.
Desa Taro mengingatkan kita bahwa dalam dunia yang semakin modern, tetap ada tempat bagi tradisi dan budaya, seperti pohon kayu yang kokoh berdiri di lahan subur ini. Seperti pepatah Bali, “Ngresthi Danu, Ngresthi Loka” — mengelola dengan bijak, agar bumi dan kehidupan seimbang.